Rabu, 11 Maret 2009

Benarkah para caleg "win win solutions" terhadap rakyat???


Para caleg mulai obral diri.. Jadi ingat masa dulu yang lagi heboh bermunculannya operator seluler. Sangat banyak dan beragam. Sampai kadang ga tau lagi harus pilih yang mana hanya karena tergoda program promosi... Spanduk bertebaran dimana-mana, iklan di tv pun saling menyindir dan saling menjatuhkan.. HHHmmmmhh.., mirip bgt sama kejadian menjelang pemilu ini.

Kebebasan berpolitik terbuka lebar saat ini. Gak perlu tau banyak soal hukum juga bisa unjuk gigi. Misalnya saja ada tukang loper koran yang mencalonkan diri jadi caleg, ada penyanyi di karokean, ada tukang sate, macam-macam dech pokoknya. Hari gini ya..., yang namanya ketulusan itu sudah sangat mahal harganya. Sampai-sampai ada tuch acara reality show di tv yang menguji ketulusan seseorang untuk membantu orang yang meminta tolong lalu akan diberi hadiah... Hmmmm...
Memang ada yang berhati tulus dan membantu tanpa pamrih. Tapi menurut survey yang emank ga pake hitungan secara statistik sich ( hehehe.. ), emank terbukti bahwa ketulusan itu datang ketika hati terketuk secara manusiawi. Namun hidup menuntut lebih dari sekedar ketulusan semata. Tidak ada orang yang sanggup mati2an membantu orang lain secara terus-menerus dengan harus mengorbankan dirinya sendiri. Logikanya aja, apakah ada orang yang setiap hari rela memberi makan orang lain sementara dirinya menahankan rasa lapar dan rela tidak makan asalkan dapat membantu orang lain...????

Kembali ke kampanye menjelang pemilu. Ini hanya sekedar kejadian lima tahun sekali yang membuat hati miris banget. Para caleg promosi kebaikan. Seolah kebaikan itu hanya perlu dilakukan sekali 5 tahun. Misalnya saja saat pemilu mereka heboh banget bicara masalah hati nurani, perjuangan, kejujuran, dll. Pembagian sembako murah atau bahkan gratis sekalipun dibagikan (lagi lagi hanya sekali dalam 5 tahun).

Aq muak dengan semua itu. Mereka sok baek dan berbicara hati nurani. Bukannya aq ga percaya ama yang namanya hati nurani. Tapi kenyataannya itu hanyalah topeng yang dilakukan untuk menarik simpatisan saja agar terpilih nantinya di pemilu. Ada kepentingan pribadi yang terselubung di sana.

Kalau aq secara pribadi sich kurang setuju ya kalau harus menjadikan mereka yang tidak berbobot pemikirannya sebagai wakil rakyat. Terlepas dia itu pengamen yang jujur, tukang sate yang santun, tukang loper koran yang ramah dan suka senyum, atau tukang penyanyi karokean yang gemulai. Jadi pemimpin bukan masalah kecil, itu akan dipertanggungjawabkan di akhirat nantinya.
Apa mereka masih mau bersusah payah berjuang untuk dapat kursi suara kalau mereka tau bahwa mereka akan terjebak dengan kenistaan yang sebenarnya bisa mereka hindari? Hanya karena inginkan materi maka mereka getol mengejar kursi itu. Apa tidak merasa rugikah mereka kalau tau bahwa di akhirat nanti akan banyak hal yang akan dipertanggungjawabkannya???

Aq bukan berniat sombong atau apapunlah namanya. Hanya sekedar ingin realistis dan subyektif. Aq ga akan mau dipimpin oleh orang yang tidak punya pengetahuan luas, yang hanya dapatkan kursi karena kemiskinannya lantas mengagung-agungkan kejujurannya dan juga mengobral kata-kata memperjuangkan rakyat. Aq lebih memilih pemimpin yang memang punya pengetahuan luas, dan lebih baik kalau orang itu bebas financial sehingga pemimpin itu berada di tingkatan paling atas dalam piramida kebutuhan manusia, yaitu aktualisasi diri. Sehingga yang dikejarnya bukanlah sekedar materi semata, namun akan berlomba-lomba untuk mengejar prestasi dan unjuk diri.

Aq bukan bermaksud untuk anti ketidakmapanan, aq justru sangat berharap agar negara indonesia jadi negara maju dan lepas dari kemiskinan. Sekarang lahan politik sudah dijadikan "tempat basah" untuk meraih keuntungan untuk memperkaya diri sendiri. Hal itu sudah terjadi dari dulu, hanya saja sekarang sudah dilakukan secara terang-terangan dan tidak tahu malu lagi. Sangat miris...
Bagaimana mereka yang tidak berpengetahuan luas itu akan menjadi pemimpin yang baik kalau untuk bicara saja mereka masih tidak baik, dan mereka masih dituntut untuk memperbaiki perekonomian rumah tangganya. Bagaimana bisa fokus memenuhi kebutuhan orang lain menjadi ke arah yang lebih baik kalau saja diri mereka sendiri masih terlilit kesulitan ekonomi.

Banyak yang membawa-bawa kemenangan Obama sebagai hawa segar perubahan. Berharap itu terjadi juga di indonesia. Semua rakyat mulai mengagung-agungkan perubahan. Warga yang awam masalah hukum dan kepemimpinanpun berlomba-lomba nimbrung untuk aji mumpung di pemilu nanti. Heeelllloooooo....., biarpun Obama itu termasuk warga minoritas di AS karena dia berkulit hitam tapi beliau sangat cerdas, berpendidikan dan memiliki integritas tinggi. Dia memang berkualitas dibandingkan warga kulit hitam lainnya. Semoga teman-teman bisa memilih pemimpin yang berkualitas, tidak hanya berkoar-koar ga jelas masalah kejujuran dan hati nurani tanpa "modal" untuk jadi pemimpin yang baik. Menjadi jujur adalah hal yang sangat bagus sekali untuk jadi modal seorang pemimpin, tapi selain itu harus ada hal tambahan lainnya yang dimilikinya. Dan itu tidak bersifat instan, bukan berarti disitu dipilih jadi pemimpin maka disitulah ia mulai belajar segala hal. Jangan jadikan negara ini sebagai lahan coba-coba. Sudah banyak terjadi "mal praktek" atas pemimpin yang tak berbobot itu dikarenakan belum layak untuk dicalonkan sebagai pemimpin. Harus "win win solutions" dounk. Jangan hanya ingin menang dipilih aja, tapi harus juga feedback bermanfaat untuk rakyat yang dipilihnya. Dan harusnya itu ditunjukkan selama 5tahun menjabat, tidak sekedar obral kebaikan beberapa hari menjelang pemilu. Thats the point. Selamat memilih.... :)

Tidak ada komentar: